Advertisement
Showing posts with label bencana. Show all posts
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membatalkan jadwal state dinner atau jamuan makan malam kenegaraan bersama Perdana Menteri Australia Julia Gillard pada Selasa (2/11/2010) malam besok. Pasalnya, pada Selasa pukul 14.00, Presiden bertolak ke Yogyakarta untuk mengunjungi korban letusan letusan Gunung Merapi.
Sebelumnya, Presiden juga membatalkan acara jamuan makan malam bersama Presiden Vietnam, Nguyen Minh Triet, pada kunjungan kerjanya ke Hanoi, Vietnam, Minggu lalu. Pembatalan itu dilakukan karena Presiden akan meluangkan waktu untuk memantau perkembangan penanganan dampak letusan Gunung Merapi di Yogyakarta dan gempa bumi yang disusul dengan tsunami di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.
Sebelumnya, Presiden juga membatalkan acara jamuan makan malam bersama Presiden Vietnam, Nguyen Minh Triet, pada kunjungan kerjanya ke Hanoi, Vietnam, Minggu lalu. Pembatalan itu dilakukan karena Presiden akan meluangkan waktu untuk memantau perkembangan penanganan dampak letusan Gunung Merapi di Yogyakarta dan gempa bumi yang disusul dengan tsunami di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.
Gunung Merapi kembali mengeluarkan semburan awan panas yang dahsyat, Senin (1/11/2010) sekitar pukul 10.00 WIB. Volume awan panas yang dikeluarkan kali ini terlihat sangat besar dibandingkan dengan letusan-letusan sebelumnya.
Sejak menunjukkan peningkatan aktivitasnya, Merapi telah beberapa kali meletus dalam beberapa hari terakhir. Letusan dahsyat pertama kali terjadi Selasa (26/10/2010) petang. Letusan dahsyat kedua terjadi Sabtu (30/10/2010) dini hari dan pagi ini adalah letusan eksplosif ketiga.
Di antara letusan-letusan eksplosif tersebut, Merapi juga beberapa kali mengelurkan awan panas atau biasa disebut masyarakat setempat dengan wedhus gembel.
gumpalan abu vulkanik masih tampak menyelimuti Merapi cukup lama dan masih terlihat tebal hingga 30 menit setelah letusan. Letusan ini terlihat jelas dari Kota Yogyakarta dan menjadi perhatian warga yang berduyun-duyun keluar untuk menonton.
Kepala Badan Geologi Sukhyar di Yogyakarta, seperti dilansir Antara, mengatakan, kondisi angin saat letusan Merapi tersebut berlangsung sedang mengarah ke timur sehingga daerah yang dimungkinkan terkena paparan abu vulkanik yaitu Klaten dan Boyolali. Sukhyar juga mengatakan bahwa material hasil letusan Gunung Merapi berupa kerikil dan debu tersebut bukan awan panas.
Awan panas sendiri yang terlihat mengawali letusan menuruni lereng dengan jarak sekitar 4 kilometer ke arah Kali Gendol. Setelah awan panas inilah terlihat letusan eksplosif setinggi sekitar 1,5 kilometer.
Sejak menunjukkan peningkatan aktivitasnya, Merapi telah beberapa kali meletus dalam beberapa hari terakhir. Letusan dahsyat pertama kali terjadi Selasa (26/10/2010) petang. Letusan dahsyat kedua terjadi Sabtu (30/10/2010) dini hari dan pagi ini adalah letusan eksplosif ketiga.
Di antara letusan-letusan eksplosif tersebut, Merapi juga beberapa kali mengelurkan awan panas atau biasa disebut masyarakat setempat dengan wedhus gembel.
gumpalan abu vulkanik masih tampak menyelimuti Merapi cukup lama dan masih terlihat tebal hingga 30 menit setelah letusan. Letusan ini terlihat jelas dari Kota Yogyakarta dan menjadi perhatian warga yang berduyun-duyun keluar untuk menonton.
Kepala Badan Geologi Sukhyar di Yogyakarta, seperti dilansir Antara, mengatakan, kondisi angin saat letusan Merapi tersebut berlangsung sedang mengarah ke timur sehingga daerah yang dimungkinkan terkena paparan abu vulkanik yaitu Klaten dan Boyolali. Sukhyar juga mengatakan bahwa material hasil letusan Gunung Merapi berupa kerikil dan debu tersebut bukan awan panas.
Awan panas sendiri yang terlihat mengawali letusan menuruni lereng dengan jarak sekitar 4 kilometer ke arah Kali Gendol. Setelah awan panas inilah terlihat letusan eksplosif setinggi sekitar 1,5 kilometer.
Gunung Merapi (pada gambar) mengepulkan asap solfatara sebagaimana terekam dari Dusun Kali Tengah Lor, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (24/10).
Seorang bayi berusia 3 bulan, meninggal karena mengalami sesak napas akibat debu vulkanik letusan gunung Merapi di Yogyakarta.
Setelah dinyatakan berstatus “Awas” sejak Senin kemarin, Gunung Merapi akhirnya memulai fase erupsi, Selasa (26/10/2010) sore. Luncuran awan panas atau yang biasa disebut wedhus gembel, terjadi hingga empat kali.
Data dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK), menyebutkan awan panas pertama terjadi pada pukul 17.02 dan lebih mengarah ke barat.
Gunung Merapi mulai meluncurkan awan panas ke arah timur ke Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, setelah mengalami peningkatan intensitas guguran material bebatuan sejak Selasa (26/10/2010) sore.
Luncuran kedua terjadi pada pukul 17.19, 17.24, dan 17.34. Namun, pantauan luncuran-luncuran berikut itu tidak bisa terpantau karena terhalang kabut tebal dan diduga tersebar ke segala arah. Hingga pukul 18.33, awan panas terus meluncur dan alat seismograf di kantor BPPTK masih terus mencatat pergerakan awan panas.
BPPTK pun memerintahkan seluruh petugas di lima pos pemantau gunung Merapi untuk turun dan mengevakuasi diri pada pukul 18.05. Pada saat bersamaan, terdengar 3 kali letusan besar dari pos Jrakah dan Selo di Magelang.
Semua warga dievakuasi secara mandiri menggunakan armada angkutan dari Tim Siaga Desa Sidorejo karena armada evakuasi dari Pemerintah Kabupaten Klaten belum sampai di lokasi.
Wilayah Desa Ngipiksari, Kabupaten Sleman, di lereng selatan Merapi kini dipenuhi abu vulkanik. Hujan abu sangat deras. Begitu juga di Desa Samburejo. Sebagian warga masih tertinggal menunggu evakuasi.
Hujan abu juga jatuh di Kinahrejo, dan dilaporkan mencapai Balerante di Kecamatan Kemalang, Klaten, Jawa Tengah. Sebagian warga yang masih bertahan kini sedang dalam proses evakuasi ke lokasi yang lebih aman.
Sementara warga di Jrakah, Magelang, melaporkan melihat ada warna merah di puncak Merapi pada pukul 18.30 WIB. Jika itu betul, ini merupakan api pertama yang muncul dari perut Merapi sejak levelnya naik jadi Awas.
Guguran dan luncuran material vulkanik dari puncak gunung Merapi memang terus termonitor hingga Selasa (26/10/2010) petang. Jumlahnya mencapai ratusan kali.
Kepanikan terjadi ketika dari arah puncak meluncur gumpalan pekat bergulung-gulung ke arah wilayah Samburejo dan Kinahrejo, atau ke arah kediaman Mbah Maridjan.
Pengendara sepeda motor memacu kendaraannya sembari terus-menerus membunyikan klakson. Begitu juga mobil roda empat yang tadinya bersiaga di titik kumpul pertigaan Kinahrejo dan wilayah-wilayah tertinggi di lerenpiksarig selatan.
Seorang bayi berusia 3 bulan, meninggal karena mengalami sesak napas akibat debu vulkanik letusan gunung Merapi di Yogyakarta.
Setelah dinyatakan berstatus “Awas” sejak Senin kemarin, Gunung Merapi akhirnya memulai fase erupsi, Selasa (26/10/2010) sore. Luncuran awan panas atau yang biasa disebut wedhus gembel, terjadi hingga empat kali.
Data dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK), menyebutkan awan panas pertama terjadi pada pukul 17.02 dan lebih mengarah ke barat.
Gunung Merapi mulai meluncurkan awan panas ke arah timur ke Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, setelah mengalami peningkatan intensitas guguran material bebatuan sejak Selasa (26/10/2010) sore.
Luncuran kedua terjadi pada pukul 17.19, 17.24, dan 17.34. Namun, pantauan luncuran-luncuran berikut itu tidak bisa terpantau karena terhalang kabut tebal dan diduga tersebar ke segala arah. Hingga pukul 18.33, awan panas terus meluncur dan alat seismograf di kantor BPPTK masih terus mencatat pergerakan awan panas.
BPPTK pun memerintahkan seluruh petugas di lima pos pemantau gunung Merapi untuk turun dan mengevakuasi diri pada pukul 18.05. Pada saat bersamaan, terdengar 3 kali letusan besar dari pos Jrakah dan Selo di Magelang.
Semua warga dievakuasi secara mandiri menggunakan armada angkutan dari Tim Siaga Desa Sidorejo karena armada evakuasi dari Pemerintah Kabupaten Klaten belum sampai di lokasi.
Wilayah Desa Ngipiksari, Kabupaten Sleman, di lereng selatan Merapi kini dipenuhi abu vulkanik. Hujan abu sangat deras. Begitu juga di Desa Samburejo. Sebagian warga masih tertinggal menunggu evakuasi.
Hujan abu juga jatuh di Kinahrejo, dan dilaporkan mencapai Balerante di Kecamatan Kemalang, Klaten, Jawa Tengah. Sebagian warga yang masih bertahan kini sedang dalam proses evakuasi ke lokasi yang lebih aman.
Sementara warga di Jrakah, Magelang, melaporkan melihat ada warna merah di puncak Merapi pada pukul 18.30 WIB. Jika itu betul, ini merupakan api pertama yang muncul dari perut Merapi sejak levelnya naik jadi Awas.
Guguran dan luncuran material vulkanik dari puncak gunung Merapi memang terus termonitor hingga Selasa (26/10/2010) petang. Jumlahnya mencapai ratusan kali.
Kepanikan terjadi ketika dari arah puncak meluncur gumpalan pekat bergulung-gulung ke arah wilayah Samburejo dan Kinahrejo, atau ke arah kediaman Mbah Maridjan.
Pengendara sepeda motor memacu kendaraannya sembari terus-menerus membunyikan klakson. Begitu juga mobil roda empat yang tadinya bersiaga di titik kumpul pertigaan Kinahrejo dan wilayah-wilayah tertinggi di lerenpiksarig selatan.
Banjir….! Jakarta banjir lagi. Apa penyebabnya ? Menurut berita diberbagai Media, penyebabnya curah hujan yang diluar normal. JAKARTA, KOMPAS.com – Banjir disertai kemacetan yang melanda Jakarta Senin (25/10/2010) kemarin, dinilai karena perubahan cuaca yang sangat ekstrem. Pemprov DKI sendiri telah melakukan berbagai upaya penanganan banjir secara maksimal, mulai dari menyelesaikan proyek kanal banjir timur (KBT) hingga normalisasi saluran air. Selain itu, peralatan pengendali banjir seperti pompa air juga telah disiagakan.
Kondisi cuaca yang ekstrem mengakibatkan curah hujan yang terjadi mencapai 111 milimeter hanya dalam waktu 2 jam. Padahal, dalam kondisi normal curah hujan dalam satu bulan hanya mencapai 300 milimeter. Keadaan ini membuat drainase tidak mampu menampung dan menyalurkan air ke sungai dengan baik, akibatnya air meluap hingga ke jalan-jalan.
“Kita tidak menyalahkan cuaca, tetapi kenyataanya curah hujan yang terjadi Senin kemarin memang di luar normal,” kata Muhammad Tauchid, Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Sekdaprov DKI Jakarta, saat jumpa pers di Balaikota DKI, Selasa (26/10/2010).
Kondisi cuaca yang ekstrem mengakibatkan curah hujan yang terjadi mencapai 111 milimeter hanya dalam waktu 2 jam. Padahal, dalam kondisi normal curah hujan dalam satu bulan hanya mencapai 300 milimeter. Keadaan ini membuat drainase tidak mampu menampung dan menyalurkan air ke sungai dengan baik, akibatnya air meluap hingga ke jalan-jalan.
“Kita tidak menyalahkan cuaca, tetapi kenyataanya curah hujan yang terjadi Senin kemarin memang di luar normal,” kata Muhammad Tauchid, Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Sekdaprov DKI Jakarta, saat jumpa pers di Balaikota DKI, Selasa (26/10/2010).
Recent Comments